Banyuwangi, 15 Oktober 2024 - Politeknik Negeri Banyuwangi (Poliwangi) menyelenggarakan sebuah workshop penting sebagai bagian dari langkah menuju status Badan Layanan Umum (BLU). Kegiatan ini dihadiri oleh berbagai elemen civitas akademika, termasuk dosen, tenaga kependidikan (tendik), dan mahasiswa dengan jumlah peserta mencapai sekitar 150 orang. Workshop yang bertujuan memberikan pemahaman mendalam tentang proses transisi Poliwangi menjadi BLU ini dilaksanakan dalam dua sesi di tempat yang berbeda. Sesi pertama berlangsung pada pagi hari di ruang B207 Gedung Prabu Tawangalun, sementara sesi kedua diadakan pada siang hari di Aula Abdullah Azwar Anas.
Workshop ini menghadirkan dua narasumber berpengalaman dari Politeknik Negeri Jember, yakni Agus Riyanto, S.E., M.Si., dan Ika Ristianingsih, S.E., M.Akun., yang memberikan pemaparan mengenai kebijakan pengelolaan BLU, fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan, serta manfaat yang bisa didapatkan oleh institusi pendidikan tinggi seperti Poliwangi melalui status BLU.
Acara dibuka dengan pengarahan oleh Wakil Direktur II Bidang Umum dan Keuangan, Devit Suwardiyanto, S.T., M.T., yang menyampaikan bahwa transisi menuju BLU merupakan salah satu upaya strategis untuk meningkatkan fleksibilitas dalam pengelolaan sumber daya dan keuangan Poliwangi. Ia menekankan pentingnya penyusunan dokumen-dokumen pendukung yang sesuai dengan persyaratan BLU, seperti Rencana Strategis Bisnis (RSB), Standar Pelayanan Minimum (SPM), dan Laporan Keuangan Pokok (LKP).
Devit juga menegaskan bahwa status BLU memberikan peluang bagi Poliwangi untuk mengelola Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) secara lebih fleksibel dan efisien, tanpa harus mengembalikan sisa dana ke kas negara, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk pengembangan program pendidikan, penelitian, serta peningkatan layanan kepada mahasiswa.
Dalam sesi materi yang disampaikan oleh Agus Riyanto, narasumber memaparkan tentang definisi, tujuan, dan manfaat BLU bagi institusi pendidikan tinggi. Menurut Agus, BLU adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan keuntungan, tetapi tetap didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Melalui status BLU, Poliwangi akan memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam mengelola keuangan, yang berorientasi pada praktik bisnis yang sehat dan mampu meningkatkan kesejahteraan mahasiswa serta masyarakat luas.
Agus juga menyebutkan bahwa BLU memungkinkan perguruan tinggi untuk melakukan diversifikasi pendapatan, termasuk melalui kerja sama dengan industri dan mitra eksternal, sehingga potensi pendapatan dapat ditingkatkan melalui berbagai sumber, termasuk pengembangan Teaching Factory (TeFa) yang telah dimiliki oleh Poliwangi.
Ika Ristianingsih, narasumber kedua, menambahkan dengan penjelasan mengenai proses pengajuan dan persyaratan administratif untuk menjadi BLU. Menurutnya, Poliwangi harus mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan seperti Rencana Bisnis dan Anggaran (RBA) tahunan, laporan audit keuangan, dan pernyataan komitmen untuk meningkatkan kinerja pelayanan dan keuangan.
Selain itu, Ika juga menggarisbawahi bahwa fleksibilitas pengelolaan keuangan merupakan salah satu keunggulan utama dari BLU, di mana pendapatan yang dihasilkan dari masyarakat dan hibah dapat langsung digunakan untuk mendukung operasional institusi tanpa harus menunggu pengesahan dari kementerian, selama sesuai dengan RBA yang telah disusun.
Workshop ini juga diisi dengan sesi diskusi yang melibatkan perwakilan mahasiswa dan dosen. Nurlela, perwakilan dari Majelis Permusyawaratan Mahasiswa (MPM), mengajukan pertanyaan mengenai alasan menunggu status BLU jika produk-produk mahasiswa sudah bisa dijual. Menanggapi hal ini, narasumber menjelaskan bahwa meskipun produk mahasiswa dapat dijual tanpa harus menunggu status BLU, secara kelembagaan, BLU memberikan legitimasi yang lebih kuat dalam pengelolaan sumber daya dan pendapatan institusi.
Rizky Ardiansyah, perwakilan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), menanyakan mengenai persiapan Poliwangi dalam mengelola Uang Kuliah Tunggal (UKT) setelah menjadi BLU. Narasumber menjawab bahwa UKT telah memiliki aturan yang jelas, namun dengan menjadi BLU, pengelolaan manajemen keuangan Poliwangi akan lebih fleksibel, termasuk dalam hal kerja sama bagi hasil dengan mitra industri.
Diskusi juga melibatkan dosen Chairul Anam yang mengajukan pertanyaan terkait keuntungan dan tantangan yang mungkin dihadapi Poliwangi jika beralih menjadi BLU. Narasumber menjelaskan bahwa salah satu keuntungan utama adalah peningkatan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan yang akan dikelola sepenuhnya oleh Poliwangi. Namun, tantangan yang muncul terutama terkait dengan perubahan pola pengelolaan keuangan yang lebih kompleks, serta kewajiban untuk diaudit oleh pihak eksternal.
Workshop Poliwangi menuju BLU ini diakhiri dengan kesimpulan yang disampaikan oleh Ketua Panitia, Alfin Hidayat, S.T., M.T. Alfin menyampaikan apresiasi kepada seluruh peserta dan narasumber atas partisipasi dan diskusi yang konstruktif sepanjang acara. Ia juga menegaskan komitmen Poliwangi untuk terus mempersiapkan segala persyaratan yang diperlukan guna mencapai status BLU, termasuk melibatkan seluruh civitas akademika dalam proses penyusunan dokumen dan evaluasi kinerja.
Dengan adanya workshop ini, diharapkan Poliwangi semakin siap dalam mengajukan status BLU dan dapat mengelola sumber daya serta pendapatan secara lebih mandiri dan fleksibel, demi meningkatkan kualitas pendidikan dan layanan kepada masyarakat.